HASIL BAHTSUL MASAIL LBM KBB KE IV: PROBLEMATIKA ANAK HASIL ZINA KETIKA MENIKAH

Breaking News

HASIL BAHTSUL MASAIL LBM KBB KE IV: PROBLEMATIKA ANAK HASIL ZINA KETIKA MENIKAH

 


Deskripsi Masalah : 

        Risma dan Saiful adalah sepasang kekasih yang sudah lama menjalin hubungan. Hubungan mereka kelihatannya semakin lama semakin intim dan semakin lengket. Mereka sering terlihat berduaan. Rupa- rupanya hubungan mereka semakin serius. Namun di sisi lain hubungan mereka memang sudah sangat menghawatirkan karna ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Lambat laun akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya untuk kemudian meneruskan hubungannya sampai ke jenjang pernikahan. 
        Namun tidak disangka ada hal yang sangat mengejutkan, yaitu ternyata Risma beserta keluarganya selama ini menyembunyikan rahasia peribadinya dari Saiful. Setelah berpikir lama kemudian mempertimbangkannya , akhirnya Risma beserta keluarganya memberanikan diri untuk berterus terang kepada Saiful mengakui bahwa Risma adalah anak hasil hubungan orangtuanya di luar pernikahan ( anak hasil zina ). Namun kendati demikian, meskipun Saiful sudah mengetahui kebenaran yang selama ini di tutup – tutupi oleh Risma , Saiful tidak menggoyahkan niat baiknya untuk mempersunting Risma sang pujaan hati yang selama ini sangat dia cintai dan sangat dia sayangi. 
        Bapak biologis Risma telah meninggal dunia sejak lama, ibunya pun menyia-nyiakan begitu saja tidak mau mengurusnya. Sungguh malang nasib remaja perempuan yang satu ini, keluarga ibunya pun tidak ada yang memperdulikannya, sampai menginjak usia- remaja Risma diambil dan diurus oleh kakeknya dari Bapak ( Ayah Almarhum ). Namun sayangnya ketika Risma akan menikah, Kakek biologis yang merawatnya itu sedang tidak ada di kampung halaman karena bekerja di Jakarta. 
    Di sisi lain, situasi Saepul (calon suami Risma) juga sedang mengahadapi masalah yang bersangkutan dengan kepolisian yang entah apa kasusnya. Dan Saiful pun sedang mendekam dalam tahanan Polsek setempat . Namun meskipun demikian, Saiful tetap pada pendiriannya untuk melangsungkan pernikahan meskipun hanya secara agama.
        Keinginan Saifulpun dikabulkan oleh pihak Polsek dan diberi kesempatan untuk melangsungkan akad nikah secara agama pada hari sabtu tanggal 3 bulan September. Prosesi akad nikahpun berjalan lancar dan di laksanakan di Polsek setempat dengan menjadikan salah satu tokoh agama sesepuh di lingkungannya ( Ustadz ) sebagai Wali dari Risma. Akhirnya Saepul dan Risma terlaksana melaksankan akad nikah.

Pertanyaan : 
1. Apakah boleh (Sah), seorang tokoh agama menjadi wali yang menikahkan Risma seperti dalam kasus tersebut ? 
CATATAN TAMBAHAN DARI SHOHIBUL ASILAH 
- Pada waktu itu sebelum Risma lahir, Ibu yang melahirkan Risma dinikahi oleh orang yang menghamilinya ( Ayah biologis Risma) disaat kandungannya berusia dua (2) bulan. 
- Masa kehamilan ibunya Risma pada saat itu seperti masa kehamilan pada umumnya yaitu 9 bulan. Artinya, jarak antara akad nikah orang tua Risma dengan lahirnya Risma yaitu 7 bulan.

Jawaban :
        Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab syafii maupun di kalangan ulama lintas madzhab :
        A. Menurut pendapat sebagian ulama bahwa seorang tokoh agama, kyai atau ustadz tidak boleh ( tidak sah ) didudukan / diberlakukan selaku hakim ( muhakam ) atau dijadikan wali (tauliyah) oleh seorang perempuan dan seorang laki-laki yang akan menikah, selama ada wali hakim yang tidak memungut bayaran yang mahal dan tidak ada kebutuhan yang sangat mendesak. Apalagi sekarang salah satu program KUA memfasilitasi nikah wali hakim secara gratis dan prosesi akad pernikahan harus dilaksanakan di kantor KUA. Maka tidak ada alasan lagi bagi para calon pengantin untuk menikah dengan mengangkat tokoh agama setempat sebagai wali yang ilegal (tidak resmi tercatat di KUA dan tidak punya surat nikah).
        Di karenakan kronologi lahirnya risma adalah ketika usia kandungan ibunya Risma sudah dua bulan bapak nya Risma menikahinya artinya, setelah usia hamil ibunya melewati tujuh bulan dia melahirkan anak bernama Risma,dalam hal ini nasab Risma ditetapkan kepada bapaknya. Karena sudah sesuai aturan fiqihnya di mana anak yang lahir setelah usia kandungan mencapai enam bulan atau lebih sampai empat tahun baru melahirkan,dihitung setelah melakukan persetubuhan setelah akad nikah dan dia yakin bahwa anak yang lahir itu hasil dari persetubuhannya, walaupun tidak menunggu bersihnya rahim ibunya Risma ( dengan cara tidak bersetubuh setelah menikah ) hanya sampai melewati satu kali menstruasi ( istibro ), maka anak itu dinasabkan kepada suami ibunya. Sehingga dia berhak menjadi wali nikahnya. Dan jika bapaknya Risma menafikan Risma, maka dia berdosa besar dan kufur.
        Setelah bapaknya Risma meninggal dunia hak wali pindah kepada wali yang lebih dekat yaitu kakeknya,dan di karenakan dalam deskripsi masalah kakeknya Risma sedang berada di Jakarta dan masih bisa berkomunikasi, dan dia berada dalam jarak yang memperbolehkan untuk mengqosor solat bahkan lebih ( dua marhalah ) yaitu: ( 119,99988 km ) menurut versi mayoritas ulama,sedangkan versi imam makmun yaitu : (89,999992 km), maka ketika wali sedang berada dalam jarak tersebut, hak wali pindah kepada wali hakim ( wali husus ; kodli) yang dalam hal ini menurut undang-undang pernikahan adalah kepala KUA dan para penghulu yang diberi mandat dari KUA, menurut keputusan menteri agama No. 477 pasal 19 ayat 7 pada tahun 2004.
        B. Menurut pendapat sebagian ulama mutaa'khirin, seorang tokoh agama/ustadz/kyai boleh ( sah ) jikalau didudukan/diperlakukan selaku hakim ( muhakam ) sebagai pengganti dari wali yang sedang berada dalam jarak yang memperbolehkan untuk mengkosor shalat ( dua marhalah : dua pos ) walaupun ada wali hakim/kodli ( hakim khusus ), menurut pendapat yang sahih ( qaul sahih) dan tidak harus seorag yang berkapasitas ( capacity ) sebagai seorang mujtahid, apalagi dalam situasi dan kondisi yang sangat mendesak, yang penting dia orang yang adil menurut pendapat yang terpilih ( al-mukhtar ) atau setidaknya dia faham ilmu fikih ( fakih ) walaupun menurut pendapat yang lain bahwa seorang yang diberlakukan hakim itu harus orang yang adil dan fakih, terutama dalam bab nikah yang merupakan masalah yang sedang di hadapinya, namun menurut pendapat yang lain tidak mensyaratkan harus seorang yang fakih, hanya cukup seorang muslim saja.
        Sebagian ulama yang memperbolehkan untuk memberlakukan selaku hakim kepada tokoh agama ketika wali sedang tidak ada, dalam jarak dua marhalah dengan kriteria tersebut di atas diantaranya: Imam Al-Adzroi', Imam Arrodad, di dukung pula oleh Ibnu Hajar di dalam kitab " Al-Fatawi " dan Ibnu Suroj, Abu Makhromah mengatakan bahwa pendapat ini juga ( boleh tahkim ) telah sesuai dengan pendapatnya Saikhoini ( Imam Annawawi Dan Imam Arrofii'). Seorang yang diberlakukan hakim itu harus mengucapkan kata terima ( shigot kabul).
    Sosok pigur seorang muhakam yang adil atau fakih memang merupakan sarat yang mengganjal,karena mungkin tidak semuanya tokoh agama itu adil atau fakih oleh karena itu harus betul² selektif ketika mencari seorang sosok yang diyakini adil atau fakih,terutama tendensinya adil di dalam bab nikah juga sangat berat.
            SIGOT TAHKIM : Tahkim dilakukan oleh laki-laki dan perempuan
 حكمناك لتعقد لنا النكاح ورضينا بحكمك 
“Kami memberlakukan anda selaku hakim untuk mengakadkan nikah kami dan kami ridlo dengan anda selaku hakim”
        Ucapan penerimaan dari muhakam : 
قبلت تحكيمك ألعقد نكاحك 
“Saya terima diberlakukan sebagai hakim anda untuk mengakadkan pernikahan anda” 

C. Alternatif lain yang lebih ringan dan tidak bersyarat harus seorang yang adil atau fakih dalam hal pengangkatan seorang wali dalam konteks ini, sehingga tidak beresiko apa - apa nantinya, adalah taklid kepada Imam Malik, karena menurut madzhab beliau tidak disyaratkan harus orang yang adil atau fakih, namun hanya cukup dengan mengangkat seorang wali yang muslim saja, dengan cara seorang wanita itu mewakilkan kepada seorang muslim untuk menikahkan dirinya, hanya saja ketika mengangkat wali umum ini disyaratkan bagi wanitanya itu tidak berparas cantik dan dia bukan hartawan/tidak kaya ( status sosialnya rendah ), disaratkan juga bagi seorang wanita yang tidak punya bapak dan bapaknya tidak pernah berpesan ( wasiat ) kepada seseorang untuk menikahkan putrinya. dalam aturan ini ( rukun-rukun nikah ) sama dengan madzhab syafii, hanya saja berbeda dalam hal kehadiran dua saksi yang sunah hadir di majlis akad nikah, karena kewajiban dua saksi hanya hadir di tempat acara pernikahan saja. 

D. Taklid kepada madzhab imam Abu Hanifah yang sangat spektakuler dan selalu update dalam menjawab masalah kekinian, di mana beliau memperbolehkan nikah tanpa wali ( nikah dibawah tangan ), bagi perempuan yang merdeka, mukalaf/balig, gadis atau janda, pintar atau bodoh, menikahkan dirinya sendiri secara langsung atau dengan cara mewakilkan kepada seorang laki-laki muslim yang lain (bukan mahrom), baik ada wali atau tidak ada wali, baik seimbang dengan suaminya maupun tidak, namun wali boleh menggugatnya dan memisahkannya jika suaminya sangat merugikan isterinya atau tidak seimbang/tidak sederajat ( status sosial suami dibawah istrinya ) selama tidak punya anak dan telah sempurna maskawinnya. Adapun rukun nikah menurut madzhab abu hanifah hanya dua: 1. pemasrahan ( ijab ) 2. Penerimaan ( kabul ) Sedangkan syarat-syarat nikah menurut madzhab abu hanifah ada tiga : 1. Ucapan serah terima ( sighot ) 2. Dua orang yang akad 3. Saksi dua orang laki-laki atau satu laki-laki dan dua perempuan Adapun wali dan maskawin ( sodak/mahar ) tidak termasuk kepada rukun nikah dan sarat nikah di dalam madzhab abu hanifah . Contoh sighot kalimat nikah bagi wanita yang menikahkan dirimya sediri : “Saya nikahkan diri saya kepada anda dengan maskawin emas dibayar kontan” 

        Contoh kalimat seorang wanita yang mewakilkan kepada seorang laki-laki untuk menikahkannya : “Saya mewakilkan kepada anda untuk menikahkan diri saya kepada ahmad dengan maskawin emas dibayar kontan” 

Catatan : 
1. Adalah/adlan ( tidak fasik ), yaitu : orang yang tidak pernah melakukan dosa besar dan atau dosa kecil secara terus menerus (continue), seperti mencuri sesuap makanan, mengurangi timbangan bagi pedagang dan tidak melakukan perbuatan yang rendah seperti berjalan tanpa alas kaki atau tidak memakai penutup kepala ( bahasa sunda: bubudugulan ) membawa makanan untuk memakannya di pasar. 
2. Fakih adalah : orang yang mampu menemukan sebagian dalil dari setiap bab dari beberapa bab di dalam bidang ilmu fikih.

    

بغية المسترشدين ص : ٢٣٦ الحرمين 
مسألة ى ش نكح حامال من الزنا فولدت كامال كان له اربعة احوال اما منتف دعن الزوج ظاهرا وباطنا ون غير مال عنة وهو المولود لدون ستة أشهر من امكان االجتماع للى ان قال - واما الحق به ويحرم نفيه بل هو كبيرة وورد أنه كفر ان غلب على ظنه أنه منه أو استوى األمران بأن ولدته لستة اشهر فأكثر الى اربع سنين من وطئه ولم يستبرئها بعده أو استبرأها وولدت بعده أو استبرأها وولدت بعده بأقل من الستة بل يلحقه بحكم الفراش،كما لو زناها واحتمل كون الحمل منه أو من الزنا وال عبرة بريبة يجدها من غير قرينة

بغية المسترشدين ص : ٢٤٩ الحرمين
 مسألة ملخصة مع زيادة من اال كسير العزيز للشريف محمد بن أحمد بن عنقاء فى حديث الولد للفراش الخ اذا كانت المرأة فراشا لزوجها أو سيدها فأتت بولد من الزنا كان الولد منسوبا لصاحب الفراش ال الى الزانى فال يلحقه الولد وال ينسب اليه ظاهرا وال باطنا وان استلحقه ومن هنا يعلم شدة ما اشتهر أنه اذا زنى شخص بامرأة وأحبلها تزوجها استلخق الولد فورثه زاعما سترها وهذا من شدة المنكرات التى ال يسع احدا السكوت عنها فانع خرقا للشريعة ومنابذة الحكامها،ومن لم يزله مع قدرته بنفسه ماله فهو شيطان فاسق ومداهن منافق الخ
 شرح النووى على مسلم ج: ١٠ ص: ٣٢ دار الفكر
 واما قوله صلعم ) الولد للفراش ( فمعناه أنه اذا كان للرجل زوجة أو مملوكة صارت فراشا له فأتت بولد لمدة االمكان منه لحقه الولد وصار ولدا يجرى بينها التوارث وغيره من احكام الوالدة سواء كان موافقا له فى الشبه أم مخالفا،ومدة امكان كونه ستة اشهر من حين 
 اجتماع




web posting: Tim LTN NU Bandung Barat
© Copyright 2022 - NU KBB Online